Kesultanan Buton di Baubau: Warisan Sejarah Islam di Sulawesi

Indonesia menyimpan banyak peninggalan kerajaan yang tersebar dari barat hingga timur. Salah satunya ialah Kesultanan Buton di Baubau. Kesultanan ini berdiri kokoh sebagai warisan sejarah Islam di wilayah timur Indonesia, khususnya Pulau Sulawesi. Warisan ini bukan hanya soal bangunan, melainkan juga menyangkut sistem pemerintahan, hukum, hingga budaya masyarakat lokal.

Asal Usul Kesultanan Buton

Kerajaan Buton, Kisah Kerajaan Islam Hits di Sulawesi Abad ke-13! - Ragam  Kendari

Sebelum menjadi kesultanan Islam, Buton merupakan kerajaan bercorak Hindu-Buddha yang cukup berpengaruh di wilayah Sulawesi Tenggara. Transformasi kerajaan ini menjadi kesultanan terjadi setelah Raja Murhum memeluk agama Islam pada abad ke-15. Sejak saat itu, nama resminya berubah menjadi Kesultanan Buton, dengan sistem pemerintahan Islam yang lebih terstruktur. Proses islamisasi ini berlangsung secara damai dan memperkuat identitas Buton sebagai pusat peradaban baru di kawasan timur.

Peran Strategis Buton di Masa Lampau

Secara geografis, Kesultanan Buton memiliki posisi strategis di jalur perdagangan maritim Nusantara bagian timur. Letaknya yang menghadap Laut Banda menjadikannya penghubung penting antara Maluku, Makassar, dan wilayah Nusa Tenggara. Karena itu, Buton kerap disinggahi para pedagang Arab, Gujarat, dan Tiongkok sejak masa pra-Islam. Transisi budaya dan nilai-nilai Islam berkembang pesat akibat interaksi antar bangsa yang intens di pelabuhan Baubau. Kesultanan Buton pun tumbuh menjadi pusat kekuasaan, perdagangan, dan pendidikan Islam di Sulawesi bagian tenggara.

Sistem Pemerintahan yang Unik dan Tertulis

Berbeda dengan kesultanan lain, Buton mengembangkan sistem pemerintahan berdasarkan konstitusi tertulis bernama Murtabat Tujuh. Dokumen ini membagi kekuasaan menjadi beberapa tingkatan, lengkap dengan tugas dan kewenangan masing-masing pejabatnya. Sistem ini tidak bergantung pada darah keturunan semata, melainkan juga mempertimbangkan kecakapan dan akhlak calon pemimpin. Konsep ini membuktikan bahwa Kesultanan Buton telah mengenal prinsip pemerintahan modern sejak ratusan tahun lalu. Sampai saat ini, Murtabat Tujuh dianggap sebagai warisan sejarah hukum Islam yang penting di Indonesia.

Benteng Keraton Buton: Simbol Kejayaan Abadi

Warisan sejarah yang paling mencolok di Baubau adalah Benteng Keraton Buton, yang tercatat sebagai benteng terluas di dunia. Benteng ini membentang sepanjang 2.740 meter dan mengelilingi kawasan bekas istana Kesultanan Buton. Fungsi benteng ini tidak hanya untuk pertahanan, tetapi juga sebagai simbol kemegahan dan kemandirian kerajaan. Di dalamnya terdapat rumah adat, masjid, dan makam para sultan yang tetap terawat hingga sekarang. Benteng ini menjadi bukti konkret bahwa Kesultanan Buton pernah mencapai kejayaan luar biasa di masa silam.

Masjid Agung Wolio: Pusat Ibadah dan Pendidikan

Masjid Agung Wolio merupakan bagian integral dari pusat kegiatan keagamaan Kesultanan Buton. Dibangun dengan arsitektur khas lokal yang menggabungkan unsur Melayu, Jawa, dan Arab. Selain tempat ibadah, masjid juga berfungsi sebagai pusat pembelajaran agama dan diskusi para ulama kerajaan. Tradisi pengajian dan kajian keislaman telah menjadi budaya warga Buton sejak berabad-abad lalu. Masjid ini hingga kini tetap berdiri kokoh dan terus digunakan oleh masyarakat setempat sebagai pusat spiritual.

Tradisi dan Adat yang Masih Dilestarikan

Hingga kini, warga Buton tetap memelihara berbagai adat istiadat peninggalan kesultanan.Masyarakat Buton masih menjalankan upacara Posuo secara sakral untuk mengkarantina calon pengantin wanita sebelum menikah. Tradisi ini menunjukkan nilai moral, etika, dan kearifan lokal yang mereka pegang dalam kehidupan sosial sehari-hari. Mereka juga rutin menampilkan musik, tarian, dan pakaian adat Buton dalam berbagai festival budaya setiap tahun. Semua itu menjadi bagian penting dari warisan sejarah yang menegaskan identitas masyarakat Buton.

Pengakuan sebagai Cagar Budaya Nasional

Pemerintah Indonesia telah menetapkan Benteng Keraton Buton dan kawasan sekitarnya sebagai situs cagar budaya nasional. Langkah ini bertujuan melestarikan nilai-nilai sejarah, arsitektur, dan kebudayaan Islam di wilayah timur Indonesia. Selain perlindungan hukum, pelestarian ini juga mendorong pengembangan sektor pariwisata sejarah di Sulawesi Tenggara. Wisatawan lokal dan mancanegara kini semakin tertarik menjelajah warisan sejarah Kesultanan Buton di Baubau. Dengan demikian, Buton tidak hanya dikenal sebagai kota transit laut, tetapi juga sebagai pusat kebudayaan Islam yang kuat.

Peran Generasi Muda dalam Menjaga Warisan

Pelestarian warisan sejarah bukan hanya tugas pemerintah atau sejarawan, tetapi juga generasi muda Buton sendiri. Banyak komunitas lokal mulai bergerak melalui media sosial dan kegiatan edukatif untuk memperkenalkan sejarah Buton. Sekolah-sekolah di Baubau juga menyisipkan muatan lokal tentang Kesultanan Buton dalam kurikulum pembelajaran sejarah. Langkah ini membangkitkan kesadaran bahwa warisan sejarah adalah sumber identitas dan kebanggaan kolektif masyarakat. Dengan keterlibatan aktif pemuda, masa depan sejarah Buton tetap terjaga dan terus hidup dalam kesadaran budaya.